LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH PARASITOLOGI
MATA KULIAH PARASITOLOGI
PEMERIKSAAN CACING TREMATODA PADA KEONG
Disusun
oleh :
Anis
Fauziyah
G1B014004
KEMENTERIAN
RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS
JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS
ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2015
A.
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Trematoda
merupakan cacing yang tubuhnya terdapat satu atau lebih bagian yang berlekuk yang
bertujuan untuk menempel pada hospesnya, dimana anggotanya terdiri dari cacing
isap. Trematoda yang hidup pada manusia hidup sebagai parasit sehingga organ
pencernaan, genital, dan beberapa bagian lainnya mengalami kemunduran (Onggowaluyo,
2001).
Trematoda diketahui bisa menyebabkan penyakit infeksi pada
manusia. Dalam siklus hidupnya, trematoda memerlukan hospes perantara untuk
pertumbuhan dan perkembangannya, berupa Mollusca (biasanya kelas Gastropoda), yang
lebih dikenal dengan siput. Siklus hidup Trematoda
diawali dari fase telur. Pada beberapa spesies Trematoda, telur menetas bila
ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam
jaringan keong atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di
air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong agar dapat
melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara
pertama (HP I). Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah
kantung yang berisi embrio, disebut sporokista. Sporokista ini dapat mengandung
sporokista lain atau redia, bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai
mulut, faring, dan sekum. Di dalam sporokista II atau redia, larva berkembang
menjadi serkaria.
Serkaria
kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa
ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu, dan keong air lainnya, atau dapat
menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi
metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitife mendapat infeksi bila
makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak
dengan baik (Sutanto, 2008).
Siput dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan yang lembab
atau berair. Salah satu contoh lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan siput
adalah daerah persawahan. Keberadaan Siput di persawahan ini diikuti dengan
terdapatnya hewan-hewan lain seperti bebek, sapi, dan kambing yang merupakan
hospes definitif dari trematoda. Hal ini menyebabkan siput yang terdapat di
persawahan kemungkinan mengandung trematoda yang berpotensi sebagai penyebab
infeksi pada manusia (Sardjono, 2006).
2.
Tujuan
Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi larva cacing Trematoda pada sampel siput yang
diperiksa.
B.
METODE
1.
Metode
Pemeriksaan
Metode
pemeriksaan cacing trematoda pada keong adalah perkembangbiakan trematoda secara
aseksual yang berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di
hati (berada pada segmen ketiga). Dalam hospes devinitif cacing mengadakan reproduksi seksual
dengan menghasilkan telur, sedangkan pada hospes perantara (keong) reproduksi
cacing terjadi secara aseksual. Telur yang dikeluarkan dari dalam tubuh hospes
definitive dapat ditemukan pada saluran pencernaan, alat genital, urinal, dan
alat pernafasan.
2.
Alat
dan Bahan
Alat dan bahan
yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
a. Objek
glass
b. Cover
glass
c. Mikroskop
d. Pisau
e. Talenan
f. Tisu
g. Keong
mas
h. Kraca
3.
Cara
Kerja
Cara kerja yang dilakukan dalam
pemeriksaan cacing trematoda pada
keong mas dan kraca adalah:
a. Keong
mas dan kraca diambil dan diletakan diatas talenan
b. Segmen
ketiga dari belakang dipotong tanpa merusak cangkangnya
c. Lendir
dari keong mas dioleskan pada objek glass
d. Objek
glass ditutup dengan menggunakan cover glass
e. Sampel
diamati menggunakan mikroskop
C.
HASIL
Pada pemeriksaan
keong mas (Pomacea
canaliculata) dan kraca (Pila ampullaceae), yang
diambil dari persawahan didapatkan hasil:
Hasil Pengamatan
|
|
Jenis Gastropoda
|
Larva Serkaria
|
Keong mas
|
-
|
Kraca
|
-
|
Gambar
|
Pengamatan
|
Gambar
1.1
|
Ditemukan telur-telur pada keong mas yang diduga merupakan
telur Echinostoma spp karena jika
gambar di perbesar bentuknya mirip dengan Echinostoma
spp yang berbentuk lonjong dan beroperkulum
|
Gambar 1.2
|
Meupakan
bentuk telur Echinostoma spp yang
ukurannya diperbesar
|
Dari pemeriksaan sempel baik keong mas dan kraca dapat
diketahui bahwa kedua sampel tersebut menunjukan hasil negative pada pengamatan
yang dilakukan menggunakan mikroskop dengan tidak ditemukannya larva serkaria. Hasil
yang didapatkan adalah dengan menemukannya telur trematoda yang diduga
merupakan Echinostoma spp.
D.
PEMBAHASAN
Metode
pemeriksaan cacing trematoda pada keong adalah perkembangbiakan Trematoda
secara aseksual yang berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang
berlokasi di hati (berada pada segmen ketiga). Dalam hospes devinitif cacing
mengadakan reproduksi seksual dengan menghasilkan telur, sedangkan pada hospes
perantara (keong) reproduksi cacing terjadi secara aseksual. Di dalam telur
cacing sudah terkandung larva mirasidium matang atau kadang-kadang larva baru
berkembang diluar tubuh hospes devinitif. Telur yang menetas dalam air tawar,
operkulumnya akan pecah dan larva (mirasidium) ke luar. Mirasidium yang keluar
dari telur dapat menembus tubuh keong karena mempunyai enzim litik. Mirasidium
lebih senang pada spesies keong karena dipengaruhi oleh faktor kemotoksis
cairan jaringan dan lendir yang terdapat pada keong tersebut. Setelah berada di
perairan, kemudian mirasidium melepaskan silia dan menembus tubuh keong, ini
hanya memerlukan waktu beberapa menit. Di dalam tubuh keong mirasidium
melepaskan silianya.
Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista
yang mempunyai kantong yang tidak teratur. Kemudian sporokista I berubah
menjadi redia yang keluar melalui dinding sporokista I, yang biasanya berada di
dekat tempat masuk tubuh keong. Sedangkan redia berada dalam rongga tubuh keong
yang berisi cairan limfe. Redia sudah mempunyai faring, usus sederhana, system
ekskresi, sel penggumpal dan sel germinal. Di dalam redia berbentuk serkaria
kemudian keluar dari tubuh keong. Serkaria mencapai bentuk yang khas tubuh
seperti elips, ekor panjang, sudah mempunyai batil isap kepala, dan batil isap
perut, bermacam-macam alat, seperti duri atau jarum, alat pencernaan, system
reproduksi sederhana, system ekskresi, kelenjar kepala uniseluler dan
lubang-lubang saluran disekitar batil isap kepala.
Serkaria Schistosoma
sp. Dapat menembus kulit hospes definitife karena larva ini membentuk
secret litik yang dihasilkan oleh kelenjar sefalik. Serkaria ini juga bias
masuk ke dalam jaringan hospes perantara (keong). Pada beberapa Trematoda,
serkaria ada yang berkembang menjadi stadium kista disebut metaserkaria yang
berbentuk bulat, dan ekornya menghilang. Metaserkaria ini hidup dalam hospes
perantara II, misalnya Crustacea, ikan, keong, dan tumbuhan air. Metaserkaria
masuk ke dalam hospes definitif karena termakan atau menembus kulit (Onggowaluyo,
2001).
Kelebihan dari metode ini adalah mudah untuk melakukan pemeriksaan,
membutuhkan waktu yang singkat, dan alat yang dibutuhkan sedikit. Sedangkan
kekurangan dari metode ini adalah mudah rusaknya cangkang pada keong dan kraca,
sehingga harus berhati-hati saat melakukan pemotongan segmen ketiga untuk
memperolehh lendir yang akan diulaskan ke objek glass.
Secara
umum gastropoda memberi manfaat kepada manusia, baik dagingnya sebagai bahan
makanan yang berprotein tinggi sehingga dapat dikonsumsi oleh penduduk, juga
sebagai pakan ternak unggas dan cangkangnya dapat dibuat berbagai macam
lukisan, cendramata dan bunga-bungaan. Akan tetapi, selain memiliki berbagai
macam manfaat tersebut, siput juga dapat merugikan yaitu sebagai hama yang
merupakan ancaman bagi manusia karena memakan tanaman muda misalnya padi, serta
beberapa jenis diantaranya ternyata dapat berpotensi sebagai inang perantara
parasit cacing trematoda, yang stadium dewasanya berparasit pada manusia
(Irmawati, 2013).
Jenis
gastropoda, seperti keong mas (Pomacea canaliculata), dan kraca (Pila ampullaceae), berpotensi
menyerang persawahan, sebab keong menyukai lingkungan yang jernih, mempunyai
suhu air antara 10 – 35oC, dengan demikian mudah ditemukan di daerah
sawah, waduk, rawa, dan genangan air (Budiyono, 2006).
Keong mas (Pomacea canaliculata) tergolong dalam famili
Ampullaridae dan ordo Mesogastropoda. Cangkang keong mas berwarna kuning.
Lingkaran (ubin) cangkang terdiri dari lima sampai enam buah dipisahkan dengan
kedalaman yang disebut suture, bukaan cangkang (aperture) berbentuk
panjang dan hampir bulat. Keong mas jantan memiliki aperture lebih bulat dari
betina. Ukuran cangkang bervariasi dengan lebar 4-6 cm dan tinggi 4,5-7,5 cm. Operculum
(tutup cangkang) umumnya tebal dan strukturnya berpusat di pusat cangkang.
Oper-culum dapat ditarik masuk ke dalam aperture. Pada bagian kepala keong mas
terdapat sepasang tentakel panjang berpangkal di atas kepala (Rusdy, 2010).
Keong
sawah (Pilla ampullaceal) adalah jenis siput air yang mudah dijumpai di
perairan tawar Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, dan danau. Hewan
bercangkang ini dikenal pula sebagai kraca, keong gondang, siput sawah, siput
air, atau tutut. Bentuknya agak menyerupai siput murbai, tetapi keong sawah
memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Sebagaimana anggota
Ampullariidae lainnya, ia memiliki operculum , semacam penutup/
pelindung tubuhnya yang lunak ketika menyembunyikan diri di dalam cangkangnya
(Muchsin, 2010).
Pada praktikum
ini, kelompok saya mengambil sampel siput yang disediakan di laboratorium yang
diambil di daerah persawahan, sehingga jika terdapat larva trematoda
diperkirakan adalah larva dari Echinostoma sp dan Fasciola sp (Sardjono, 2006).
Echinostoma spp merupakan cacing trematoda usus yang
memiliki batil isap kepala dengan duri-duri disekitarnya (circum oral spines) yang khas, dua sekum, uterus berisi
telur-telur, ovarium bulat, dua testis yang terletak atas-bawah, kelenjar
vitelaria sampai posterior pada cacing dewasa. Telur Echinostoma spp memiliki
ukuran ± 115 x 60 mikron, operculum kecil, penebalan pada dinding bagian
posterior, berisi morula, dan berbentuk lonjong (Purnomo, 2005). Dari hasil yang
kelompok kami periksa, ciri-ciri telur yang ada pada Echinostoma spp yaitu lonjong, beroperkulum, dan memiliki morula
hampir sama dengan dengan telur yang ditemukan dalam keong mas yang kami
periksa menggunakan mikroskop.
Dalam tubuh hospes pertama Trematoda, yaitu siput,
terdapat sporokista, redia, dan serkaria. Dari ketiga larva tersebutm, biasanya
serkaria yang diamati dengan mikroskop. Serkaria memiliki sebuah oral sucker
dengan banyak papila dan oral aperture di tengahnya
serta terapat ventral sucker dengan beberapa papila diskrit di
tepi. Serkaria memiliki kelenjar penetrasi lateral dan kelenjar
pre-acetabular, yang menyebabkan saluran-saluran daerah anterior membuka ke
dalam saku anterior kecil. Sel-sel api serkaria terletak di lateral.
Dalam tubuh serkaria, sel-sel somatik tampaknya memiliki metabolisme yang
aktif, dengan retikulum endoplasma berkembang dengan baik, butiran sekretori,
dan inti yang jelas (Pinheiro, 2012). Ciri-ciri serkaria yang telah disebutkan di atas
tidak terdapat pada pengamatan siput sehingga dapat dikatakan bahwa siput
tersebut tidak membawa kemungkinan terinfeksi Trematoda.
Hasil
negative pada kraca dikarenakan antara lain adalah salah memotong pada segmen
ketiga pada sampel, sehingga lendir yang di ulas pada objek glass tidak sesuai
dengan yang dikehendaki, pada daerah persawahan yang dibajak dengan menggunakan
traktor, sampel diambil dan disimpan terlalu lama sebelum praktikum, kurangnya pemahaman praktikan pada
bentuk morfologi larva cacing trematoda, dan praktikan belum sepenuhnya
menguasai pemakaian mikroskop.
E.
KESIMPULAN
Berdasarkan
praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Pada pemeriksaan potongan segmen
keong mas negative, karena tidak terdapat larva cacing trematoda (serkaria),
hasil yang ditemukan diduga merupakan telur Echinostoma
spp
2. Telur Echinostoma spp memiliki bentuk lonjong, memiliki operculum dan
berisi morula
3. Serkaria dapat ditemukan di hospes
perantara satu seperti siput apabila hasilnya positif pada trematoda.
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono,
Suharto. 2006. Teknik Mengendalikan Keong Mas Pada Tanaman Padi. Jurnal
Ilmu-ilmu Pertanian. Vol. 2: 128-133.
Irmawati,
Achmad Ramadhan, Sutrisnawati. 2013. Prevelensi Larva Echinostomatidae pada
Berbagai Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. E-jipbiol.
Vol. 2: 1-6.
Muchsin, dkk. 2010. “Kepadatan Keong Pila ampullaceal di Areal Persawahan Pondok Hijau”. Laporan
Praktikum Ekologi Hewan.
Onggowaluyo,
Jangkung Samidjo. 2001. Parasitologi
Medik 1 helmintologi Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pinheiro,
Jairo, dkk. 2012. “New insight into
the morphology of Eurytrema coelomaticum (Trematoda, Dicrocoeliidae)
cercariae by light, scanning, and transmission electron microscopies”.
Parasitology
Research,
Volume 111(4): 1437-1445.
Purnomo,
J Gunawan , Magdalena, dkk. 2005. Atlas Helmintologi Kedokteran. Gramedia
Pustaka Utama: Jakarta.
Rusdy, Alfian. 2010.
“Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih Terhadap Mortalitas Keong Mas”. J. Floratek, 5: 172
– 180.
Sardjono, Teguh Wahyu, Sri Winarsih,
dan M. Rizqan Khalidi, 2006. Larva Trematoda pada Berbagai Jenis Keong
Persawahan di Daerah Blimbing Malang Jawa Timur dan Marampiau Rantau Kalimantan
Selatan. Jurnal.
Sutanto,
Inge, Is Suhariah Ismid, Pudji K Sjarifuddin, Saleha Sungkar. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi
Keempat. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.
0 komentar:
Posting Komentar