Selasa, 21 Juli 2015

PEMERIKSAAN CACING TREMATODA PADA KEONG




LAPORAN PRAKTIKUM
MATA KULIAH PARASITOLOGI

PEMERIKSAAN CACING TREMATODA PADA KEONG







Disusun oleh :
Anis Fauziyah
G1B014004






KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO

2015
 


A.   PENDAHULUAN
1.     Latar Belakang
Trematoda merupakan cacing yang tubuhnya terdapat satu atau lebih bagian yang berlekuk yang bertujuan untuk menempel pada hospesnya, dimana anggotanya terdiri dari cacing isap. Trematoda yang hidup pada manusia hidup sebagai parasit sehingga organ pencernaan, genital, dan beberapa bagian lainnya mengalami kemunduran (Onggowaluyo, 2001).
Trematoda diketahui bisa menyebabkan penyakit infeksi pada manusia. Dalam siklus hidupnya, trematoda memerlukan hospes perantara untuk pertumbuhan dan perkembangannya, berupa Mollusca (biasanya kelas Gastropoda), yang lebih dikenal dengan siput. Siklus hidup Trematoda diawali dari fase telur. Pada beberapa spesies Trematoda, telur menetas bila ditelan keong (hospes perantara) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang di air, dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara pertama (HP I). Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, disebut sporokista. Sporokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia, bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring, dan sekum. Di dalam sporokista II atau redia, larva berkembang menjadi serkaria.
Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu, dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti Schistosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Hospes definitife mendapat infeksi bila makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik (Sutanto, 2008).
Siput dapat dengan mudah ditemukan di lingkungan yang lembab atau berair. Salah satu contoh lingkungan yang cocok untuk pertumbuhan siput adalah daerah persawahan. Keberadaan Siput di persawahan ini diikuti dengan terdapatnya hewan-hewan lain seperti bebek, sapi, dan kambing yang merupakan hospes definitif dari trematoda. Hal ini menyebabkan siput yang terdapat di persawahan kemungkinan mengandung trematoda yang berpotensi sebagai penyebab infeksi pada manusia (Sardjono, 2006).
2.     Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya infeksi larva cacing Trematoda pada sampel siput yang diperiksa.






B.    METODE
1.     Metode Pemeriksaan
Metode pemeriksaan cacing trematoda pada keong adalah perkembangbiakan trematoda secara aseksual yang berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati (berada pada segmen ketiga). Dalam hospes devinitif cacing mengadakan reproduksi seksual dengan menghasilkan telur, sedangkan pada hospes perantara (keong) reproduksi cacing terjadi secara aseksual. Telur yang dikeluarkan dari dalam tubuh hospes definitive dapat ditemukan pada saluran pencernaan, alat genital, urinal, dan alat pernafasan.
2.     Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
a.     Objek glass
b.    Cover glass
c.     Mikroskop
d.    Pisau
e.     Talenan
f.     Tisu
g.    Keong mas
h.    Kraca 
3.     Cara Kerja
Cara kerja yang dilakukan dalam pemeriksaan cacing trematoda pada keong mas dan kraca adalah:
a.     Keong mas dan kraca diambil dan diletakan diatas talenan
b.    Segmen ketiga dari belakang dipotong tanpa merusak cangkangnya
c.     Lendir dari keong mas dioleskan pada objek glass
d.    Objek glass ditutup dengan menggunakan cover glass
e.     Sampel diamati menggunakan mikroskop





C.   HASIL
Pada pemeriksaan keong mas (Pomacea canaliculata) dan kraca (Pila ampullaceae), yang diambil dari persawahan didapatkan hasil:
Hasil Pengamatan
Jenis Gastropoda
Larva Serkaria
Keong mas
-
Kraca
-

Gambar
Pengamatan

Gambar 1.1
Ditemukan telur-telur pada keong mas yang diduga merupakan telur Echinostoma spp karena jika gambar di perbesar bentuknya mirip dengan Echinostoma spp yang berbentuk lonjong dan beroperkulum






Gambar 1.2
Meupakan bentuk telur Echinostoma spp yang ukurannya diperbesar
Dari pemeriksaan sempel baik keong mas dan kraca dapat diketahui bahwa kedua sampel tersebut menunjukan hasil negative pada pengamatan yang dilakukan menggunakan mikroskop dengan tidak ditemukannya larva serkaria. Hasil yang didapatkan adalah dengan menemukannya telur trematoda yang diduga merupakan Echinostoma spp.
D.   PEMBAHASAN
Metode pemeriksaan cacing trematoda pada keong adalah perkembangbiakan Trematoda secara aseksual yang berada pada hospes perantara yaitu tubuh siput yang berlokasi di hati (berada pada segmen ketiga). Dalam hospes devinitif cacing mengadakan reproduksi seksual dengan menghasilkan telur, sedangkan pada hospes perantara (keong) reproduksi cacing terjadi secara aseksual. Di dalam telur cacing sudah terkandung larva mirasidium matang atau kadang-kadang larva baru berkembang diluar tubuh hospes devinitif. Telur yang menetas dalam air tawar, operkulumnya akan pecah dan larva (mirasidium) ke luar. Mirasidium yang keluar dari telur dapat menembus tubuh keong karena mempunyai enzim litik. Mirasidium lebih senang pada spesies keong karena dipengaruhi oleh faktor kemotoksis cairan jaringan dan lendir yang terdapat pada keong tersebut. Setelah berada di perairan, kemudian mirasidium melepaskan silia dan menembus tubuh keong, ini hanya memerlukan waktu beberapa menit. Di dalam tubuh keong mirasidium melepaskan silianya.
Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista yang mempunyai kantong yang tidak teratur. Kemudian sporokista I berubah menjadi redia yang keluar melalui dinding sporokista I, yang biasanya berada di dekat tempat masuk tubuh keong. Sedangkan redia berada dalam rongga tubuh keong yang berisi cairan limfe. Redia sudah mempunyai faring, usus sederhana, system ekskresi, sel penggumpal dan sel germinal. Di dalam redia berbentuk serkaria kemudian keluar dari tubuh keong. Serkaria mencapai bentuk yang khas tubuh seperti elips, ekor panjang, sudah mempunyai batil isap kepala, dan batil isap perut, bermacam-macam alat, seperti duri atau jarum, alat pencernaan, system reproduksi sederhana, system ekskresi, kelenjar kepala uniseluler dan lubang-lubang saluran disekitar batil isap kepala.
Serkaria Schistosoma sp. Dapat menembus kulit hospes definitife karena larva ini membentuk secret litik yang dihasilkan oleh kelenjar sefalik. Serkaria ini juga bias masuk ke dalam jaringan hospes perantara (keong). Pada beberapa Trematoda, serkaria ada yang berkembang menjadi stadium kista disebut metaserkaria yang berbentuk bulat, dan ekornya menghilang. Metaserkaria ini hidup dalam hospes perantara II, misalnya Crustacea, ikan, keong, dan tumbuhan air. Metaserkaria masuk ke dalam hospes definitif karena termakan atau menembus kulit (Onggowaluyo, 2001).
Kelebihan dari metode ini adalah mudah untuk melakukan pemeriksaan, membutuhkan waktu yang singkat, dan alat yang dibutuhkan sedikit. Sedangkan kekurangan dari metode ini adalah mudah rusaknya cangkang pada keong dan kraca, sehingga harus berhati-hati saat melakukan pemotongan segmen ketiga untuk memperolehh lendir yang akan diulaskan ke objek glass.
Secara umum gastropoda memberi manfaat kepada manusia, baik dagingnya sebagai bahan makanan yang berprotein tinggi sehingga dapat dikonsumsi oleh penduduk, juga sebagai pakan ternak unggas dan cangkangnya dapat dibuat berbagai macam lukisan, cendramata dan bunga-bungaan. Akan tetapi, selain memiliki berbagai macam manfaat tersebut, siput juga dapat merugikan yaitu sebagai hama yang merupakan ancaman bagi manusia karena memakan tanaman muda misalnya padi, serta beberapa jenis diantaranya ternyata dapat berpotensi sebagai inang perantara parasit cacing trematoda, yang stadium dewasanya berparasit pada manusia (Irmawati, 2013).
Jenis gastropoda, seperti keong mas (Pomacea canaliculata), dan kraca (Pila ampullaceae), berpotensi menyerang persawahan, sebab keong menyukai lingkungan yang jernih, mempunyai suhu air antara 10 – 35oC, dengan demikian mudah ditemukan di daerah sawah, waduk, rawa, dan genangan air (Budiyono, 2006).
Keong mas (Pomacea canaliculata) tergolong dalam famili Ampullaridae dan ordo Mesogastropoda. Cangkang keong mas berwarna kuning. Lingkaran (ubin) cangkang terdiri dari lima sampai enam buah dipisahkan dengan kedalaman yang disebut suture, bukaan cangkang (aperture) berbentuk panjang dan hampir bulat. Keong mas jantan memiliki aperture lebih bulat dari betina. Ukuran cangkang bervariasi dengan lebar 4-6 cm dan tinggi 4,5-7,5 cm. Operculum (tutup cangkang) umumnya tebal dan strukturnya berpusat di pusat cangkang. Oper-culum dapat ditarik masuk ke dalam aperture. Pada bagian kepala keong mas terdapat sepasang tentakel panjang berpangkal di atas kepala (Rusdy, 2010).
Keong sawah (Pilla ampullaceal) adalah jenis siput air yang mudah dijumpai di perairan tawar Asia tropis, seperti di sawah, aliran parit, dan danau. Hewan bercangkang ini dikenal pula sebagai kraca, keong gondang, siput sawah, siput air, atau tutut. Bentuknya agak menyerupai siput murbai, tetapi keong sawah memiliki warna cangkang hijau pekat sampai hitam. Sebagaimana anggota Ampullariidae lainnya, ia memiliki operculum , semacam penutup/ pelindung tubuhnya yang lunak ketika menyembunyikan diri di dalam cangkangnya (Muchsin, 2010).
Pada praktikum ini, kelompok saya mengambil sampel siput yang disediakan di laboratorium yang diambil di daerah persawahan, sehingga jika terdapat larva trematoda diperkirakan adalah larva dari Echinostoma sp dan Fasciola sp (Sardjono, 2006).
Echinostoma spp merupakan cacing trematoda usus yang memiliki batil isap kepala dengan duri-duri disekitarnya (circum oral spines) yang khas, dua sekum, uterus berisi telur-telur, ovarium bulat, dua testis yang terletak atas-bawah, kelenjar vitelaria sampai posterior pada cacing dewasa. Telur Echinostoma spp  memiliki ukuran ± 115 x 60 mikron, operculum kecil, penebalan pada dinding bagian posterior, berisi morula, dan berbentuk lonjong (Purnomo, 2005). Dari hasil yang kelompok kami periksa, ciri-ciri telur yang ada pada Echinostoma spp yaitu lonjong, beroperkulum, dan memiliki morula hampir sama dengan dengan telur yang ditemukan dalam keong mas yang kami periksa menggunakan mikroskop.
Dalam tubuh hospes pertama Trematoda, yaitu siput,  terdapat sporokista, redia, dan serkaria. Dari ketiga larva tersebutm, biasanya serkaria yang diamati dengan mikroskop. Serkaria memiliki sebuah oral sucker  dengan banyak papila dan oral aperture  di tengahnya serta terapat ventral sucker dengan beberapa papila diskrit di tepi.  Serkaria memiliki kelenjar penetrasi lateral dan kelenjar pre-acetabular, yang menyebabkan saluran-saluran daerah anterior membuka ke dalam saku anterior kecil. Sel-sel api  serkaria terletak di lateral. Dalam tubuh serkaria, sel-sel somatik tampaknya memiliki metabolisme yang aktif, dengan retikulum endoplasma berkembang dengan baik, butiran sekretori, dan inti yang jelas (Pinheiro, 2012). Ciri-ciri serkaria yang telah disebutkan di atas tidak terdapat pada pengamatan siput sehingga dapat dikatakan bahwa siput tersebut tidak membawa kemungkinan terinfeksi Trematoda.
Hasil negative pada kraca dikarenakan antara lain adalah salah memotong pada segmen ketiga pada sampel, sehingga lendir yang di ulas pada objek glass tidak sesuai dengan yang dikehendaki, pada daerah persawahan yang dibajak dengan menggunakan traktor, sampel diambil dan disimpan terlalu lama sebelum praktikum, kurangnya pemahaman praktikan pada bentuk morfologi larva  cacing trematoda, dan praktikan belum sepenuhnya menguasai pemakaian mikroskop.







E.    KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.     Pada pemeriksaan potongan segmen keong mas negative, karena tidak terdapat larva cacing trematoda (serkaria), hasil yang ditemukan diduga merupakan telur Echinostoma spp
2.     Telur Echinostoma spp memiliki bentuk lonjong, memiliki operculum dan berisi morula
3.     Serkaria dapat ditemukan di hospes perantara satu seperti siput apabila hasilnya positif pada trematoda.





DAFTAR PUSTAKA
Budiyono, Suharto. 2006. Teknik Mengendalikan Keong Mas Pada Tanaman Padi. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. Vol. 2: 128-133.
Irmawati, Achmad Ramadhan, Sutrisnawati. 2013. Prevelensi Larva Echinostomatidae pada Berbagai Jenis Gastropoda Air Tawar di Kecamatan Dolo Kabupaten Sigi. E-jipbiol. Vol. 2: 1-6.
Muchsin, dkk. 2010. “Kepadatan Keong Pila ampullaceal di Areal Persawahan Pondok Hijau”. Laporan Praktikum Ekologi Hewan.
Onggowaluyo, Jangkung Samidjo. 2001. Parasitologi Medik 1 helmintologi Pendekatan Aspek Identifikasi, Diagnosis, dan Klinik. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Pinheiro, Jairo, dkk. 2012. “New insight into the morphology of Eurytrema coelomaticum (Trematoda, Dicrocoeliidae) cercariae by light, scanning, and transmission electron microscopies”. Parasitology Research, Volume 111(4): 1437-1445.
Purnomo, J Gunawan , Magdalena, dkk. 2005. Atlas Helmintologi Kedokteran. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Rusdy, Alfian. 2010. “Pengaruh Pemberian Ekstrak Bawang Putih Terhadap Mortalitas   Keong Mas”. J. Floratek,  5: 172 – 180.
Sardjono, Teguh Wahyu, Sri Winarsih, dan M. Rizqan Khalidi, 2006. Larva Trematoda pada Berbagai Jenis Keong Persawahan di Daerah Blimbing Malang Jawa Timur dan Marampiau Rantau Kalimantan Selatan. Jurnal.
Sutanto, Inge, Is Suhariah Ismid, Pudji K Sjarifuddin, Saleha Sungkar. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta; Balai Penerbit FKUI.

0 komentar:

Posting Komentar